Rabu, 05 April 2017

Analisis Novel " Anak Perawan Di Sarang Penyamun "


Latar Belakang Sosial Yang Terdapat Dalam Novel Anak Perawan di Sarang Penyamun

Latar  belakang  kehidupan  sosial dalam  novel “Anak Perempuan di Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir Alisyahbana  adalah  kehidupan  sosial  yang  miskin dimana seseorang dapat  berbuat kejahatan  seperti  merampok  untuk  memenuhi  kebutuhan  hidupnya, dimana  kehidupan  yang serba miskin membuat jiwa seseorang  untuk melakukan  suatu perilaku  yang  menyimpang  dan tidak memperdulikan  apakah cara yang dipakai benar atau  salah. Adapun  hubungan  antara  karya sastra  novel “Anak Perempuan di Sarang Penyamun”  karya  Sutan  Takdir  Alisyahbana dengan  zamannya  ialah   pada  saat  perang dimana  Indonesia  memperjuangkan  kemerdekaannya,  yaitu  sekitar  tahun 1941.


Analisis Novel Anak Perawan di Sarang Penyamun

1.    Karakter Tokoh

Tokoh ( Round Character)
Karakter
Medasing ( Antagonis – Protagonis )
Seorang penyamun jahat yang tidak punya iba-kasihan, tetapi akhirnya ia disadarkan   oleh  seorang   perawan  yang  lembut hatinya. 
Sayu  ( Protagonis )
Menjadi perawan yang memiliki dendam kepada para penyamun yang dipimpin oleh Medasing, akan tetapi karena kelembutan hati dan sifatnya yang pemaaf, ia dapat meluluhkan hati Medasing yang di kenal kejam.
Samad ( Antagonis – Protagonis )
Salah satu dari anggota penyamun yang kejam, yang akhirnya memiliki niat untuk membebaskan Sayu yang saat itu menjadi tawanan.

Tokoh ( Flat Character )
Karakter
Haji Sahak ( Protagonis )
Seorang  saudagar  kaya  yang  pekerja  keras, yang  dibunuh  dan  dirampas  hartanya  oleh  sekelompok  penyamun  yang dipimpin  oleh  Medasing.
Nyi Hajjah Andun ( Protagonis )
Istri  dari  Haji  Sahak  yang  memiliki  sifat penyabar,  tabah  dalam  menghadapi  cobaan dan  tidak  pernah  mau  merepotkan  orang lain.
Tusin, Amat, sohan, sanip ( Antagonis )
Anggota penyamun yang merupakan anak buah Medasing
Sima ( Protagonis )
Anak angkat  Nyi  Hajjah  Andun  yang sangat  berbakti  kepada  orang  tuanya.

2.      Alur / Plot
Novel “Anak Perawan di Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir Alisjahbana ini menggunakan alur maju karena ceritanya disusun berdasarkan urutan waktu dan peristiwa yang terjadi. Berikut rangkaian alur yang terdapat dalam  novel :
         Tahap Pengenalan
Seorang saudagar kaya bernama Haji Sahak akan pergi berdagang ke Palembang. Dari Pagar Alam menuju Palembang Haji Sahak membawa berpuluh-puluh kerbau dan beberapa macam barang dagangan lainnya. Istrinya yang bernama Nyai Hajjah Andun dan anak perawannya Sayu juga ikut pergi bersamanya. Di tengah-tengah perjalanan, rombongan Haji Sahak dihadang oleh segerombolan perampok yang dipimpin oleh Medasing. Perampok ini sangat kejam. Haji Sahak, istrinya, serta rombongan penyerta Haji Sahak lainnya dibunuh oleh segerombol perampok itu. Akan tetapi, Sayu, anak perawan Haji Sahak itu tidak mereka bunuh. Kemudian Sayu ikut dibawa ke sarang penyamun pimpinan Medasing itu.
         Tahap Konflik
Suatu hari Samad, anak buah Medasing yang tugasnya sebagai pengintai datang ke sarang penyamun. Maksud kedatangannya adalah untuk meminta bagian dari hasil perampokan Medasing. Namun selama Samad berada di sarang penyamun itu, ia langsung jatuh hati pada Sayu yang memang sangat cantik. Secara diam-diam ia berniat membawa Sayu lari dari sarang penyamun itu. Dan niatnya itu ia bisikan kepada Sayu secara diam-diam. Samad berjanji pada Sayu bahwa dia akan mengembalikan Sayu kepada orang tuanya. Awalnya Sayu terbujuk oleh rayuan dan janji-janji Samad itu. Dalam dirinya sudah memutuskan untuk ikut lari bersama Samad. Akan tetapi sebelum niat untuk kabur terlaksana, Sayu mulai menangkap gelagat tidak baik dari Samad. Dia mulai ragu dan tidak percaya dengan janji-janji Samad itu. Dihari yang disepakati mereka untuk melarikan diri tersebut, Sayu menolak ajakan Samad dengan tegas. Walaupun dengan berat hati untuk sementara dia akan tetap tinggal di sarang penyamun itu.
         Tahap Klimaks
Setelah berhasil merampok keluarga saudagar Haji Sahak, rupanya dalam perampokan-perampokan gerombolan Medasing selanjutnya sering mengalami kegagalan. Kegagalan perampokan yang mereka lakukan sebenarnya karena rencana mereka selalu dibocorkan oleh Samad. Samad selalu membocorkan rencana Medasing kepada saudagar dan pedagang kaya yang akan mereka rampok. Itu sebabnya, setiap kali mereka menyerang para pedagang atau saudagar yang lewat, mereka pasti mendapat perlawanan yang luar biasa. Akibatnya anak buah Medasing banyak yang meninggal ataupun terluka parah. Lama-kelamaan anak buah Medasing hanya tersisa seorang saja, yaitu Sanip. Betapa hancur hati Medasing menerima kenyataan pahit ini. Hatinya semakin pilu, ketika dalam perampokan yang terakhir kali, Sanip orang yang paling disayanginya itu meninggal dunia.
         Tahap Anti Klimaks
Persediaan makanan dalam hutan sudah habis. Sayu sangat khawatir akan keadaan itu. Itulah sebabnya dia mengajak Medasing agar bersedia keluar dari persembunyiannya di hutan menuju kota Pagar Alam. Sesampainya di Pagar Alam , keduanya langsung menuju ke rumah Sayu. Tetapi sampai di rumahnya, Sayu sangat terkejut sebab rumah itu sekarang bukan milik keluarganya lagi melainkan sudah menjadi milik orang lain. Menurut penuturan penghuni baru itu, ibunya sekarang tinggal di pinggiran kampung bersama dengan anak angkatnya Sima yang selama ini menemani dan merawatnya. Mendengar hal itu, Sayu dan Medasing langsung pergi  menuju ke tempat Nyai Haji Andun berada. Betapa bahagianya Nyai Haji Andun bertemu dengan anak perawan yang sangat dirindukannya itu. Dan rupaya itulah pertemuan terakhir mereka karena Nyai Haji Andun meninggal dunia. Menyaksikan kenyataan itu hati Sayu hancur, Medasing sendiri juga hancur hatinya. Kenyataan telah menyadarkan dirinya betapa kejamnya dia selama ini.                      
         Tahap Penyelesaian
Lima belas tahun kemudian Medasing berangkat ke Taah Suci. Kembalinya dari sana, orang-orang kampung ramai menyambut kedatangannya dan Medasing mengubah namanya menjadi Haji Karim. Suatu malam, ketika Haji Karim sedang duduk termenung sambil mengenang masa lalunya yang kelam, tiba-tiba pintu rumahnya ada yang mengetuk. Ternyata yang mengetuk pintu itu adalah Samad. Haji Karim masih mengenalinya sebab Samad adalah anak buahnya sendiri yang selalu ia beri tugas sebagai pengintai para saudagar yang sedang lewat sebelum di rampok. Haji Karim yang tidak lain adalah Medasing itu, mengajak Samad agar bersedia hidup bersamanya. Waktu itu Samad memang tinggal di rumah Haji Karim dan istrinya Sayu. Namun paginya secara diam-diam Samad meninggalkan rumah Haji Karim. Dia pergi entah kemana, sementara Haji Karim dan keluarga hidup bahagia.

3.      Latar
         Latar Tempat  
            - Di Hutan Palembang
            - Dusun Endikat
            - Negeri Pagar Alam
            - Di Lembah Sungai Lematang
            - Dusun Pagar Alam
         Latar Waktu
            - Menandakan Pagi
            - Menandakan Senja
            - Tengah Hari
 - Semalam
 - Esok Hari
          Latar Suasana
            - Suasana Gelap
            - Suasana Mencekam
            - Suasana Kesunyian
            - Suasana Keharuan
            - Suasana Kemalangan

4.      Tema
Percintaan  dan  perubahan sikap seseorang dari yang buruk menjadi baik.

5.      Sudut Pandang Pengarang
Sudut pandang orang ketiga penulis serba tahu dan penulis tidak mengambil peran dalam cerita tersebut (non participant)

6.      Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan sangat menarik dan hidup, namun ada beberapa majas yang digunakan oleh penulis seperti :
           1.      Alegori (Pemakaian kata kiasan secara beruntun)
Orang berlima itu sesungguhnyalah raja belukar, tak suatu apa juapun dari
segala penduduk hutan yang luas ini berani menghalangi; sekaliannya lari,
takut melihat mereka seperti gelap-gulita rimba itu lenyap sejurus oleh cahaya
suluh.
2. Asosiatif (Kiasan atau perlambangan yang langsung menyebutkan kiasan tanpa  
menggunakan kata juga)
-  Lembing yang tajam, yang tak tahu iba-kasihan itu masuk ke rusuk, terus
 
 mendalam dan sekonyong-konyong ia ditarik, diikuti oleh darah yang laksana
  
disemburkan.
- … terhenti sejurus tak dapat maju melangkah, laksana orang yang kena pesona.
3. Hiperbolisme (Suatu perbandingan atau perlambangan yang dilebih-lebihkan)
-  suaranya berteriak membelah telinga
tampaklah Haji Sahak mandi darah
4.Personifikasi (Mengungkapkan sesuatu dengan membandingkannya dengan  tingkah dan    
   kebiasaan manusia)
- Ketika kepala penyaun itu menegakkan pelita yang terbalik hendak     
5.Repetisi (Pengulangan kata yang sudah disebut dengan maksud memberi
  
tekanan dan mengeraskan arti)
-  Kepada ketiga penyamun yang lengkap dengan senjatanya itu,  dengan tiada
   berkeris, tiada bersenjata
-  Tiada bergerak,tiada tergerakkan diri oleh cemas yang tiada terkata-kata.
6.Anti Klimaks (Pengurutan kata yang maknanya makin meluas, meninggi atau
  
membesar)
-  Bertambah lama bertambah dalam ia terbenam dalam lumpur kenangan - kenangannya,
   yang mematikan segala harapannya, menyumbat pikirannya, melemahkan badannya
   dan menyesakkan dadanya. 


Kesimpulan

Dalam  mengapresiasi  novel “Anak Perempuan di Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir Alisyahbana dapat dilakukan dengan  menganalisisnya  melalui berbagai pendekatan. Salah satunya adalah  melalui pendekatan analitis yang dapat ditinjau dari unsur – unsur intrinsiknya.   Novel  ini menceritakan tentang perubahan sikap seseorang dari jahat menjadi lebih baik yang mempunyai keterkaitan dengan kehidupan sehari-hari sehingga diharapkan pembaca akan memperoleh  manfaat  yang  baik pula.  Novel  ini  juga  memberi suatu hal yang dapat menggugah perasaan pembaca, bahwa sesama manusia harus saling tolong menolong walaupun yang kita tolong adalah orang yang sudah jahat dengan kita.
            


Sumber :
Semi, Atar. 1988. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya.
ellasagita.blogspot.com/2011/12/rangkuman-anak-perawan-di-sarang.html?m=1
kotakilmurihalidiyanugroho.blogspot.com