Kamis, 09 Januari 2014

Pemilu Sebagai Pemersatu Bangsa

 A.    Pengertian Pemilu

Pemilihan Umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presidenwakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata 'pemilihan' lebih sering digunakan.

Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations, komunikasi massa, lobby dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda di Negara demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakaioleh para kandidat atau politikus selalu komunikator politik.
Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara.
Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.



B. Sejarah Pemilu

Pada era Orde Baru, masyarakat kita dikenalkan dengan asas pemilu di Indonesia dengan sebutan LUBER yang merupakan singkatan dari Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia. Langsung maksudnya adalah setiap peserta pemilu di indonesia atau setiap pemilih, ketika melakukan pemilihan tidak bisa diwakilkan. Umum mengandung arti bahwa pemilu di Indonesia berhak diikuti oleh semua warga negara Indonesia yang usia 17 tahun ke atas.   
Bebas adalah setiap peserta pemilu di Indonesia memilih berdasarkan keputusan sendiri atau tidak ada unsur paksaan dari pihak mana pun. Dan terakhir, Rahasia yang mengandung arti bahwa suara yang dipilih oleh pemilih berdasarkan keinginan pribadi serta tidak diketahui oleh orang lain.
Pada Era Reformasi kita dikenalkan pada istilah baru yaitu Jurdil. Jurdil adalah singkatan dari Jujur dan Adil. Jujur yang dimaksud disini adalah pemilu di Indonesia diadakan sesuai dengan aturan yang berlaku. Juga, setiap warga negara yang berhak memilih dapat dipastikan dapat memilih sesuai dengan kehendaknya. Serta, setiap pemilih mempunyai nilai suara yang sama untuk menentukan wakil rakyat.
Lalu, asas Adil berarti adanya perlakuan yang sama bagi setiap pemilih yang mengikuti pemilu di Indonesia. Intinya tidak ada diskriminasi ataupun mengistimewakan terhadap peserta pemilu.
Kedua asas yang baru muncul di era reformasi ini sebenarnya memilki hukum secara mengikat, baik pada peserta maupun penyelenggara pemilu.


C. Urutan Pemilu di Indonesia
Penjelasan di atas cukup memberikan gambaran bagaimana sesungguhnya sejarah pemilu di Indonesia secara singkat. Kemudian, berikut ini akan dijelaskan tentang urutan pemilu yang pernah diadakan di Indonesia.
1. Pemilu I
Sejarah pemilu di Indonesiadi mulai pada tahun 1955. Pada saat itu, pemilu di Indonesia diadakan pertama kali yaitu pada masa pemerintahan Presiden Sukarno, dengan Perdana Menteri Burhanudin Harahap. Setelah 10 tahun merdeka, Indonesia baru mengadakan pemilu di Tahun 1955 karena masih banyaknya kendala yang melingkupi Indonesia.
Situasi politik pada masa itu belum stabil dan masih banyaknya ancaman dari luar juga memicu terlambatnya penyelenggaraan pemilu di indonesia untuk pertama kali. Pemilu pada tahun 1955, bertujuan untuk memilih anggota DPR dan Dewan Konstituante.
Pemilu ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pertama pada tanggal 29 September 1955 dengan tujuan memilih anggota DPR. Kemudian, tahap kedua dilaksanakan pada tanggal 15 Desember 1955 dengan tujuan memilih Dewan Konstiuante.
Pemilu ini diikuti oleh 29 partai politik. Namun, hanya 5 partai besar yang memenangkan pemilu yaitu Partai Nasional Indonesia, Masyumi, Nahdatul Ulama, Partai Komunis Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia

2. Pemilu II
Pemilu kedua baru dilaksanakan pada tahun 1971. Tepatnya pada tanggal 3 Juli. Pemilu ini diikuti oleh 9 partai politik dan dimenangkan oleh Partai Golongan Karya, Nahdatul Ulama, Parmusi, Partai Nasional Indonesia dan Partai Syarikat Islam Indonesia.

3. Pemilu III - VII
Pemilu ketiga sampai pemilu ketujuh hanya diikuti oleh 3 partai. Hal ini dikarenakan adanya peraturan baru tentang partai politik pada tahun 1975, yaitu adanya Fusi untuk semua partai. Fusi adalah sistem penggabungan partai.
Pada saat itu partai melebur menjadi 3 partai politik yaitu, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Demokrasi Indonesia, dan Golongan Karya. Pemilu di era ini sering disebut sebagai "Pemilu Orde Baru."
Pemilu di era ini secara urut dilaksanakan pada 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pemilu di Indonesia pada zaman ini sangat aneh, karena setiap pemilu sudah dipastikan Golongan Karya yang menjadi pemenang. Hal ini disebabkan pada zaman Suharto, semua pegawai negeri diwajibkan memilih Golongan Karya tiap kali ada pemilu.

4. Pemilu VIII - IX
Sejarah pemilu di Indonesia memasuki babak yang baru. Pemilu ke delapan di Indonesia dilaksanakan pada 1999, tepatnya pada 7 Juni. Pemilu ini adalah pemilu pertama setelah jatuhnya presiden Soeharto. Pemilu di Indonesia pada 1999 kembali menganut sistem multi partai. Oleh sebab itu, tidak heran jika pada pemilu ini diikuti oleh 48 partai politik.  
Kemudian Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional memenangkan perolehan suara. Meskipun Partai Demokrasi Indonesia perjuangan mendapat suara terbanyak, namun yang diangkat menjadi Presiden RI bukanlah pemimpin partai tersebut, yaitu Megawati Sukarno Putri. Melainkan Abdurrahman Wakid.
Hal ini dimungkinkan karena tujuan pemilu kala itu hanya untuk memilih anggota MPR, DPR dan DPRD, sedangkan pemilihan Presiden dan Wakilnya tetap dilakukan oleh MPR. Maka MPR pun memilih Abdurrahman Wakid sebagai presiden RI ke-4. Menggantikan Presiden B.J. Habibie.5.
Pemilu ke sembilan di Indonesia dilaksanakan pada tahun 2004. Pemilu ini adalah pemilu pertama dimana rakyat bisa memilih secara langsung presiden dan wakil presidennya. Tujuan dari pemilu ini juga untuk memilih anggota DPR, DPRD (provinsi), DPRD (kota/kabupaten) dan satu lembaga baru yaitu DPD yang nantinya bertugas sebagai wakil untuk kepentingan di daerah.
Pemilu di Indonesia tahun 2004 diikuti oleh 24 parpol dan dilakukan dua kali putaran. Karena tidak adanya pasangan capres dan cawapres yang mendapat suara diatas 50%, akhirnya putaran kedua dilakukan. Terpilihlah pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebagai presiden.

6. Pemilu X
Pemilu kesepuluh dilaksanakan pada 8 Juli 2009. Sejarah pemilu di Indonesia mencatat, ada 34 partai politik dan 6 partai lokal yang ada di Aceh mengikuti pemilu kali ini. Pada pemilu ini, kembali terpilih Capres Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden dan Cawapres Boediono sebagai Wakil Presiden. ada pemimpin yang mampu menjadi teladan. Begitulah sejarah pemilu di Indonesia.

D. Asas dan Tujuan Pemilu
1. Asas
Asas yang digunakan dalam Pemilu adalah LUBERJURDIL (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil) berdasarkan UUD 1945 pasal 22 E ayat 1.
a.  Asas Langsung, berarti setiap pemilih secara langsung memberikan  
    suaranya tanpa perantara dan tingkatan.
b. Asas Umum, berarti Pemilu itu berlaku menyeluruh bagi semua warga 
    negara Indonesia yang memenuhi persyaratan.
c.  Asas Bebas, berarti warga negara yang berhak memilih dapat  
    menggunakan haknya dan dijamin keamanannya melakukan pemilihan
    menurut hati nuraninya tanpa adanya pengaruh, tekanan, dan paksaan dari
    siapapun dan dengan cara apapun.
d. Asas Rahasia, berarti setiap pemilih dijamin tidak akan diketahui oleh
    siapapun dan dengan jalan apapun siapa yang dipilihnya.
e.  Asas Jujur, berarti tidak ada kecurangan dalam Pemilu.
f.  Asas Adil, berarti perlakuan yang sama thadap pserta pemilu dan
    pemilih,tanpa ada pengistimewaan atau diskriminasi.

2. Tujuan Pemilu
    Secara umum, Pemilu memiliki tujuan sebagai berikut:
a. Melaksanakan kedaulatan rakyat.
b. Sebagai perwujudan hak asasi politik rakyat.
c. Untuk memilih wakil-wakil rakyat yang duduk di Badan Perwakilan Rakyat.
d. Melaksanakan pergantian personil pemerintahan secara damai, aman, dan
    tertib (melalui konstitusional).
e. Menjamin kesinambungan pembangunan nasional.

E. Pemilu Sebagai Permersatu Bangsa Berdasarkan Pancasila

Ada sebuah momen yang sangat langka sekaligus menggembirakan bagi persatuan dan kesatuan bangsa negeri ini pada peringatan hari lahir Pancasila di Gedung MPR beberapa waktu lalu. Momen tersebut yakni, berkumpulnya seluruh sisa pemimpin dan wakil pemimpin nomor satu dan dua dalam sejarah Indonesia. Presiden ketiga BJ Habibie, presiden kelima Megawati Soekarnoputri serta presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Lalu, ada juga para Wakil Presiden RI yakni Tri Sutrisno,Hamzah Haz dan Jusuf Kalla.
            Suatu keadaan menjadi riuh saat presiden kelima RI untuk pertama kalinya "mengakui" SBY sebagai Presiden Indonesia keenam. Hal itu terungkap ketika dia menyebut SBY sebagai Presiden Republik Indonesia pada awal sambutan pidatonya.
"Yang saya hormati Bapak Presiden Republik Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono," kata Megawati Soekarnoputri dalam pembukaan pidatonya tersebut. Tak pelak, sebutan Megawati Soekarnoputri itu disambut tepuk tangan riuh hadirin pada acara tersebut.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Megawati dan SBY berseteru sejak Pemilu 2004 silam, ketika SBY mundur dari kabinet Megawati Soekarnoputri. Pada pemilu itu, SBY-Jusuf Kalla akhirnya terpilih sebagai presiden dan wakil presiden. Sejak itu, Megawati enggan bertemu SBY. Lalu, pada Pemilu 2009, SBY dan Megawati kembali saling berhadapan dalam pemilu. Tetapi lagi-lagi, Megawati kalah hanya dalam satu putaran.
            Pancasila pada orde baru dijadikan  sebagai tema sentral dalam menggerakkan seluruh komponen bangsa ini. Maka dirumuskanlah ketika itu  Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau disinghkat dengan P4. Pedoman itu  berupa butir-butir pedoman berbangsa dan bernegara.  Nilai-nilai yang ada pada butir-butir P4  tersebut sebenarnya tidak ada sedikitpun yang buruk atau ganjil, oleh karena itu,  menjadi mudah diterima oleh seluruh bangsa Indonesia. Hanya saja tatkala memasuki  era reformasi, oleh karena pencetus P4  tersebut adalah orang yang tidak disukai, maka buah pikirannya pun dipandang harus dibuang, sekalipun baik. P4 dianggap tidak ada gunanya. Rumusan P4 dianggap sebagai alat untuk memperteguh kekuasaan. Oleh karena itu, ketika penguasa yang bersangkutan jatuh, maka semua pemikiran dan pandangannya  dianggap tidak ada gunanya lagi, kemudian ditinggalkan.
            Sementara  itu,  era reformasi  belum berhasil  melahirkan  idiologi pemersatu bangsa yang baru.  Pada saat itu semangatnya adalah memperbaiki pemerintahan yang dianggap korup, menyimpang,  dan otoriter, dan  kemudian haraus  diganti dengan semangat demokratis. Pemerintah harus berubah dan bahkan undang-undang dasar 1945 harus diamandemen. Beberapa hal yang masih didanggap  sebagai identitas bangsa, dan harus dipertahankan  adalah bendera merah putih, lagu kebangsaan Indonesia raya, dan  lambang Buirung Garuda. Lima prinsip dasar yang mengandung nilai-nilai luhur kehidupan berbangsa dan bernegara,  yang selanjutnya disebut Pancasila, tidak terdengar lagi, dan apalagi P4.
            Namun setelah melewati sekian lama  masa reformasi, dengan munculnya idiologi baru, semisal NII dan juga lainnya, maka  memunculkan kesadaran baru, bahwa ternyata Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dianggap penting untuk digelorakan kembali. Pilar kebangsaan itu dianggap sebagai alat pemersatu bangsa yang tidak boleh dianggap sederhana hingga dilupakan. Pancasila dianggap sebagai alat pemersatu, karena berisi cita-cita dan  gambaran tentang nilai-nilai ideal  yang akan diwujudkan oleh bangsa ini.
            Bangsa Indonesia yang bersifat majemuk, terdiri atas berbagai agama, suku bangsa, adat istiadat, bahasa daerah,   menempati wilayah dan kepulauan yang sedemikian luas, maka  tidak mungkin berhasil disatukan tanpa alat pengikat.  Tali pengikat itu adalah cita-cita, pandangan hidup yang dianggap ideal yang dipahami, dipercaya dan bahkian  diyakini sebagai sesuatu yang mulia dan luhur. Memang setiap  agama  pasti memiliki ajaran tentang  gambaran kehidupan ideal,   yang  masing-masing berbeda-beda.  Perbedaan itu tidak akan mungkin  dapat dipersamakan. Apalagi, perbedaan  itu sudah melewati  dan memiliki sejarah panjang. Akan tetapi,  masing-masing pemeluk agama lewat para tokoh atau pemukanya,  sudah berjanji dan berekrar akan membangun negara kesatuan berdasarkan Pancasila itu. Memang  ada sementara pendapat,  bahwa agama akan bisa mempersatukan bangsa. Dengan alasan bahwa masing-masing agama selalu mengajarkan tentang persatuan, kebersamaan dan  tolong menolong, sebagai dasar hidup bersama. Akan tetapi pada kenyataannya, tidak sedikit konflik  yang terjadi antara penganut agama yang berbeda.  Tidak sedikit orang merasakan  bahwa perbedaan selalu menjadi halangan untuk bersatu. Maka Pancasila, dengan sila pertama adalah  Ketuhanan Yang Maha Esa, merangkum dan sekaligus menyatukan  pemeluk agama yang berbeda itu.  Mereka yang berbeda-beda dari berbagai aspeknya itu  dipersatukan  oleh cita-cita dan kesamaan idiologi bangsa ialah Pancasila.   
            Itulah sebabnya, maka  melupakan Pancasila sama  artinya dengan mengingkari  ikrar, kesepakatan,  atau janji bersama sebagai bangsa, yaitu bangsa Indonesia. Selain  itu, juga dem ikian,  manakala muncul kelompok atau sempalan yang akan mengubah   kesepakatan itu, maka sama artinya dengan  melakukan pengingkaran sejarah dan  janji  yang telah disepakati bersama. Maka,  Pancasila adalah sebagai tali pengikat bangsa yang harus selalu diperkukuh  dan digelorakan pada setiap saat. Bagi bangsa Indonesia melupakan Pancasila, maka sama artinya dengan melupakan kesepakatan dan bahkan janji bersama itu.Oleh sebab itu, Pancasila, sejarah  dan  filsafatnya harus tetap diperkenalkan dan diajarkan kepada segenap warga bangsa ini, baik lewat pendidikan formal maupun non formal. Pancasila  memang hanya dikenal di Indonesia, dan tidak dikenal di negara lain. Namun hal itu tidak berarti, bahwa bangsa  ini tanpa Pancasila bisa seperti bangsa lain. Bangsa Indonesia memiliki sejarah, kultur, dan sejarah politik yang berbeda dengan bangsa lainnya. Keaneka-ragaman bangsa Indonesia memerlukan  alat pemersatu, ialah Pancasila.



Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar