Pemilihan Umum (Pemilu)
adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan
tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil rakyat di
berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada
konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi
jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau
ketua kelas, walaupun
untuk ini kata 'pemilihan' lebih sering digunakan.
Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi
rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations, komunikasi
massa, lobby dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda di Negara
demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi
dan teknik propaganda banyak juga dipakaioleh para kandidat atau politikus
selalu komunikator politik.
Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga
disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta
Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye. Kampanye
dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara.
Setelah pemungutan suara dilakukan,
proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main
atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui
oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.
B. Sejarah Pemilu
Pada era Orde Baru, masyarakat kita dikenalkan dengan asas pemilu di Indonesia dengan sebutan LUBER yang merupakan singkatan dari Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia. Langsung maksudnya adalah setiap peserta pemilu di indonesia atau setiap pemilih, ketika melakukan pemilihan tidak bisa diwakilkan. Umum mengandung arti bahwa pemilu di Indonesia berhak diikuti oleh semua warga negara Indonesia yang usia 17 tahun ke atas.
Pada era Orde Baru, masyarakat kita dikenalkan dengan asas pemilu di Indonesia dengan sebutan LUBER yang merupakan singkatan dari Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia. Langsung maksudnya adalah setiap peserta pemilu di indonesia atau setiap pemilih, ketika melakukan pemilihan tidak bisa diwakilkan. Umum mengandung arti bahwa pemilu di Indonesia berhak diikuti oleh semua warga negara Indonesia yang usia 17 tahun ke atas.
Bebas adalah setiap peserta pemilu
di Indonesia memilih berdasarkan keputusan sendiri atau tidak ada unsur paksaan
dari pihak mana pun. Dan terakhir, Rahasia yang mengandung arti bahwa suara yang
dipilih oleh pemilih berdasarkan keinginan pribadi serta tidak diketahui oleh
orang lain.
Pada Era Reformasi kita dikenalkan
pada istilah baru yaitu Jurdil. Jurdil adalah singkatan dari Jujur dan Adil.
Jujur yang dimaksud disini adalah pemilu di Indonesia diadakan sesuai dengan
aturan yang berlaku. Juga, setiap warga negara yang berhak memilih dapat
dipastikan dapat memilih sesuai dengan kehendaknya. Serta, setiap pemilih
mempunyai nilai suara yang sama untuk menentukan wakil rakyat.
Lalu, asas Adil berarti adanya
perlakuan yang sama bagi setiap pemilih yang mengikuti pemilu di Indonesia.
Intinya tidak ada diskriminasi ataupun mengistimewakan terhadap peserta pemilu.
Kedua asas yang baru muncul di era
reformasi ini sebenarnya memilki hukum secara mengikat, baik pada peserta
maupun penyelenggara pemilu.
C. Urutan Pemilu di Indonesia
Penjelasan di atas cukup memberikan
gambaran bagaimana sesungguhnya sejarah pemilu di Indonesia secara singkat.
Kemudian, berikut ini akan dijelaskan tentang urutan pemilu yang pernah
diadakan di Indonesia.
1. Pemilu I
Sejarah pemilu di Indonesiadi mulai
pada tahun 1955. Pada saat itu, pemilu di Indonesia diadakan pertama kali yaitu
pada masa pemerintahan Presiden Sukarno, dengan Perdana Menteri Burhanudin
Harahap. Setelah 10 tahun merdeka, Indonesia baru mengadakan pemilu di Tahun
1955 karena masih banyaknya kendala yang melingkupi Indonesia.
Situasi politik pada masa itu belum
stabil dan masih banyaknya ancaman dari luar juga memicu terlambatnya
penyelenggaraan pemilu di indonesia untuk pertama kali. Pemilu pada tahun 1955,
bertujuan untuk memilih anggota DPR dan Dewan Konstituante.
Pemilu ini dibagi menjadi dua tahap,
yaitu tahap pertama pada tanggal 29 September 1955 dengan tujuan memilih anggota
DPR. Kemudian, tahap kedua dilaksanakan pada tanggal 15 Desember 1955 dengan
tujuan memilih Dewan Konstiuante.
Pemilu ini diikuti oleh 29 partai
politik. Namun, hanya 5 partai besar yang memenangkan pemilu yaitu Partai
Nasional Indonesia, Masyumi, Nahdatul Ulama, Partai Komunis Indonesia, dan
Partai Syarikat Islam Indonesia
2. Pemilu II
Pemilu kedua baru dilaksanakan pada
tahun 1971. Tepatnya pada tanggal 3 Juli. Pemilu ini diikuti oleh 9 partai
politik dan dimenangkan oleh Partai Golongan Karya, Nahdatul Ulama, Parmusi,
Partai Nasional Indonesia dan Partai Syarikat Islam Indonesia.
3. Pemilu III - VII
Pemilu ketiga sampai pemilu ketujuh
hanya diikuti oleh 3 partai. Hal ini dikarenakan adanya peraturan baru tentang
partai politik pada tahun 1975, yaitu adanya Fusi untuk semua partai. Fusi
adalah sistem penggabungan partai.
Pada saat itu partai melebur menjadi
3 partai politik yaitu, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Demokrasi
Indonesia, dan Golongan Karya. Pemilu di era ini sering disebut sebagai
"Pemilu Orde Baru."
Pemilu di era ini secara urut
dilaksanakan pada 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pemilu di Indonesia pada
zaman ini sangat aneh, karena setiap pemilu sudah dipastikan Golongan Karya
yang menjadi pemenang. Hal ini disebabkan pada zaman Suharto, semua pegawai
negeri diwajibkan memilih Golongan Karya tiap kali ada pemilu.
4. Pemilu VIII - IX
Sejarah pemilu di Indonesia memasuki
babak yang baru. Pemilu ke delapan di Indonesia dilaksanakan pada 1999,
tepatnya pada 7 Juni. Pemilu ini adalah pemilu pertama setelah jatuhnya
presiden Soeharto. Pemilu di Indonesia pada 1999 kembali menganut sistem multi
partai. Oleh sebab itu, tidak heran jika pada pemilu ini diikuti oleh 48 partai
politik.
Kemudian Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan
Bangsa, dan Partai Amanat Nasional memenangkan perolehan suara. Meskipun Partai
Demokrasi Indonesia perjuangan mendapat suara terbanyak, namun yang diangkat
menjadi Presiden RI bukanlah pemimpin partai tersebut, yaitu Megawati Sukarno
Putri. Melainkan Abdurrahman Wakid.
Hal ini dimungkinkan karena tujuan
pemilu kala itu hanya untuk memilih anggota MPR, DPR dan DPRD, sedangkan
pemilihan Presiden dan Wakilnya tetap dilakukan oleh MPR. Maka MPR pun memilih
Abdurrahman Wakid sebagai presiden RI ke-4. Menggantikan Presiden B.J.
Habibie.5.
Pemilu ke sembilan di Indonesia
dilaksanakan pada tahun 2004. Pemilu ini adalah pemilu pertama dimana rakyat
bisa memilih secara langsung presiden dan wakil presidennya. Tujuan dari pemilu
ini juga untuk memilih anggota DPR, DPRD (provinsi), DPRD (kota/kabupaten) dan
satu lembaga baru yaitu DPD yang nantinya bertugas sebagai wakil untuk
kepentingan di daerah.
Pemilu di Indonesia tahun 2004
diikuti oleh 24 parpol dan dilakukan dua kali putaran. Karena tidak adanya
pasangan capres dan cawapres yang mendapat suara diatas 50%, akhirnya putaran
kedua dilakukan. Terpilihlah pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla
sebagai presiden.
6. Pemilu X
Pemilu kesepuluh dilaksanakan pada 8
Juli 2009. Sejarah pemilu di Indonesia mencatat, ada 34 partai politik dan 6
partai lokal yang ada di Aceh mengikuti pemilu kali ini. Pada pemilu ini,
kembali terpilih Capres Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden dan Cawapres
Boediono sebagai Wakil Presiden. ada pemimpin yang mampu menjadi teladan.
Begitulah sejarah pemilu di Indonesia.
D. Asas dan Tujuan Pemilu
1. Asas
Asas yang digunakan dalam Pemilu
adalah LUBERJURDIL (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil) berdasarkan
UUD 1945 pasal 22 E ayat 1.
a. Asas Langsung,
berarti setiap pemilih secara langsung memberikan
suaranya tanpa perantara dan tingkatan.
suaranya tanpa perantara dan tingkatan.
b. Asas Umum, berarti
Pemilu itu berlaku menyeluruh bagi semua warga
negara Indonesia yang memenuhi persyaratan.
negara Indonesia yang memenuhi persyaratan.
c. Asas Bebas,
berarti warga negara yang berhak memilih dapat
menggunakan haknya dan dijamin keamanannya melakukan pemilihan
menurut hati nuraninya tanpa adanya pengaruh, tekanan, dan paksaan dari
siapapun dan dengan cara apapun.
menggunakan haknya dan dijamin keamanannya melakukan pemilihan
menurut hati nuraninya tanpa adanya pengaruh, tekanan, dan paksaan dari
siapapun dan dengan cara apapun.
d. Asas Rahasia, berarti
setiap pemilih dijamin tidak akan diketahui oleh
siapapun dan dengan jalan apapun siapa yang dipilihnya.
siapapun dan dengan jalan apapun siapa yang dipilihnya.
e. Asas Jujur,
berarti tidak ada kecurangan dalam Pemilu.
f. Asas Adil,
berarti perlakuan yang sama thadap pserta pemilu dan
pemilih,tanpa ada pengistimewaan atau diskriminasi.
pemilih,tanpa ada pengistimewaan atau diskriminasi.
2. Tujuan Pemilu
Secara umum, Pemilu memiliki tujuan
sebagai berikut:
a. Melaksanakan kedaulatan rakyat.
b. Sebagai perwujudan hak asasi politik rakyat.
c. Untuk memilih wakil-wakil rakyat yang duduk di Badan Perwakilan Rakyat.
d. Melaksanakan pergantian personil pemerintahan secara damai, aman, dan
tertib (melalui konstitusional).
e. Menjamin kesinambungan pembangunan nasional.
b. Sebagai perwujudan hak asasi politik rakyat.
c. Untuk memilih wakil-wakil rakyat yang duduk di Badan Perwakilan Rakyat.
d. Melaksanakan pergantian personil pemerintahan secara damai, aman, dan
tertib (melalui konstitusional).
e. Menjamin kesinambungan pembangunan nasional.
E. Pemilu Sebagai
Permersatu Bangsa Berdasarkan Pancasila
Ada sebuah momen yang sangat langka sekaligus
menggembirakan bagi persatuan dan kesatuan bangsa negeri ini pada peringatan
hari lahir Pancasila di Gedung MPR beberapa waktu lalu. Momen tersebut yakni,
berkumpulnya seluruh sisa pemimpin dan wakil pemimpin nomor satu dan dua dalam
sejarah Indonesia. Presiden ketiga BJ Habibie, presiden kelima Megawati
Soekarnoputri serta presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Lalu, ada
juga para Wakil Presiden RI yakni Tri Sutrisno,Hamzah Haz dan Jusuf Kalla.
Suatu keadaan menjadi riuh saat presiden kelima RI untuk pertama kalinya
"mengakui" SBY sebagai Presiden Indonesia keenam. Hal itu terungkap
ketika dia menyebut SBY sebagai Presiden Republik Indonesia pada awal sambutan
pidatonya.
"Yang saya hormati Bapak Presiden Republik Indonesia, Bapak
Susilo Bambang Yudhoyono," kata Megawati Soekarnoputri dalam pembukaan
pidatonya tersebut. Tak pelak, sebutan Megawati Soekarnoputri itu disambut
tepuk tangan riuh hadirin pada acara tersebut.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Megawati dan SBY berseteru
sejak Pemilu 2004 silam, ketika SBY mundur dari kabinet Megawati Soekarnoputri.
Pada pemilu itu, SBY-Jusuf Kalla akhirnya terpilih sebagai presiden dan wakil
presiden. Sejak itu, Megawati enggan bertemu SBY. Lalu, pada Pemilu 2009, SBY
dan Megawati kembali saling berhadapan dalam pemilu. Tetapi lagi-lagi, Megawati
kalah hanya dalam satu putaran.
Pancasila pada orde baru dijadikan sebagai tema sentral dalam
menggerakkan seluruh komponen bangsa ini. Maka dirumuskanlah ketika itu
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau disinghkat dengan P4. Pedoman
itu berupa butir-butir pedoman berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai
yang ada pada butir-butir P4 tersebut sebenarnya tidak ada sedikitpun
yang buruk atau ganjil, oleh karena itu, menjadi mudah diterima oleh
seluruh bangsa Indonesia. Hanya saja tatkala memasuki era reformasi, oleh
karena pencetus P4 tersebut adalah orang yang tidak disukai, maka buah
pikirannya pun dipandang harus dibuang, sekalipun baik. P4 dianggap tidak ada
gunanya. Rumusan P4 dianggap sebagai alat untuk memperteguh kekuasaan. Oleh
karena itu, ketika penguasa yang bersangkutan jatuh, maka semua pemikiran dan
pandangannya dianggap tidak ada gunanya lagi, kemudian ditinggalkan.
Sementara itu, era reformasi belum berhasil
melahirkan idiologi pemersatu bangsa yang baru. Pada saat itu
semangatnya adalah memperbaiki pemerintahan yang dianggap korup,
menyimpang, dan otoriter, dan kemudian haraus diganti dengan
semangat demokratis. Pemerintah harus berubah dan bahkan undang-undang dasar
1945 harus diamandemen. Beberapa hal yang masih didanggap sebagai
identitas bangsa, dan harus dipertahankan adalah bendera merah putih,
lagu kebangsaan Indonesia raya, dan lambang Buirung Garuda. Lima prinsip
dasar yang mengandung nilai-nilai luhur kehidupan berbangsa dan
bernegara, yang selanjutnya disebut Pancasila, tidak terdengar lagi, dan
apalagi P4.
Namun setelah melewati sekian lama masa reformasi, dengan munculnya
idiologi baru, semisal NII dan juga lainnya, maka memunculkan kesadaran
baru, bahwa ternyata Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dianggap
penting untuk digelorakan kembali. Pilar kebangsaan itu dianggap sebagai alat
pemersatu bangsa yang tidak boleh dianggap sederhana hingga dilupakan.
Pancasila dianggap sebagai alat pemersatu, karena berisi cita-cita dan
gambaran tentang nilai-nilai ideal yang akan diwujudkan oleh bangsa ini.
Bangsa Indonesia yang bersifat majemuk, terdiri atas berbagai agama, suku
bangsa, adat istiadat, bahasa daerah, menempati wilayah dan
kepulauan yang sedemikian luas, maka tidak mungkin berhasil disatukan
tanpa alat pengikat. Tali pengikat itu adalah cita-cita, pandangan hidup
yang dianggap ideal yang dipahami, dipercaya dan bahkian diyakini sebagai
sesuatu yang mulia dan luhur. Memang setiap agama pasti memiliki
ajaran tentang gambaran kehidupan ideal, yang
masing-masing berbeda-beda. Perbedaan itu tidak akan mungkin dapat
dipersamakan. Apalagi, perbedaan itu sudah melewati dan memiliki
sejarah panjang. Akan tetapi, masing-masing pemeluk agama lewat para
tokoh atau pemukanya, sudah berjanji dan berekrar akan membangun negara
kesatuan berdasarkan Pancasila itu. Memang ada sementara pendapat,
bahwa agama akan bisa mempersatukan bangsa. Dengan alasan bahwa masing-masing
agama selalu mengajarkan tentang persatuan, kebersamaan dan tolong
menolong, sebagai dasar hidup bersama. Akan tetapi pada kenyataannya, tidak
sedikit konflik yang terjadi antara penganut agama yang berbeda.
Tidak sedikit orang merasakan bahwa perbedaan selalu menjadi halangan
untuk bersatu. Maka Pancasila, dengan sila pertama adalah Ketuhanan Yang
Maha Esa, merangkum dan sekaligus menyatukan pemeluk agama yang berbeda itu.
Mereka yang berbeda-beda dari berbagai aspeknya itu dipersatukan
oleh cita-cita dan kesamaan idiologi bangsa ialah Pancasila.
Itulah sebabnya, maka melupakan Pancasila sama artinya dengan
mengingkari ikrar, kesepakatan, atau janji bersama sebagai bangsa,
yaitu bangsa Indonesia. Selain itu, juga dem ikian, manakala muncul
kelompok atau sempalan yang akan mengubah kesepakatan itu, maka
sama artinya dengan melakukan pengingkaran sejarah dan janji
yang telah disepakati bersama. Maka, Pancasila adalah sebagai tali
pengikat bangsa yang harus selalu diperkukuh dan digelorakan pada setiap
saat. Bagi bangsa Indonesia melupakan Pancasila, maka sama artinya dengan
melupakan kesepakatan dan bahkan janji bersama itu.Oleh sebab itu, Pancasila,
sejarah dan filsafatnya harus tetap diperkenalkan dan diajarkan
kepada segenap warga bangsa ini, baik lewat pendidikan formal maupun non
formal. Pancasila memang hanya dikenal di Indonesia, dan tidak dikenal di
negara lain. Namun hal itu tidak berarti, bahwa bangsa ini tanpa
Pancasila bisa seperti bangsa lain. Bangsa Indonesia memiliki sejarah, kultur,
dan sejarah politik yang berbeda dengan bangsa lainnya. Keaneka-ragaman bangsa
Indonesia memerlukan alat pemersatu, ialah Pancasila.
Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar