Latar Belakang Sosial Yang
Terdapat Dalam Novel Anak Perawan di
Sarang Penyamun
Latar belakang kehidupan sosial dalam novel “Anak Perempuan di Sarang Penyamun”
karya Sutan Takdir Alisyahbana adalah
kehidupan sosial yang miskin dimana seseorang
dapat berbuat kejahatan seperti merampok untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dimana
kehidupan yang serba miskin membuat jiwa
seseorang untuk melakukan suatu perilaku yang menyimpang dan tidak memperdulikan apakah cara yang dipakai benar atau salah. Adapun hubungan antara karya sastra novel “Anak Perempuan di
Sarang Penyamun” karya
Sutan Takdir Alisyahbana dengan zamannya
ialah pada saat perang dimana Indonesia memperjuangkan kemerdekaannya, yaitu sekitar tahun 1941.
Analisis Novel Anak Perawan di Sarang Penyamun
1. Karakter
Tokoh
Tokoh
( Round Character)
|
Karakter
|
Medasing
( Antagonis – Protagonis )
|
Seorang
penyamun jahat yang tidak punya iba-kasihan, tetapi akhirnya ia disadarkan oleh
seorang perawan yang
lembut hatinya.
|
Sayu ( Protagonis )
|
Menjadi perawan yang memiliki dendam
kepada para penyamun yang dipimpin oleh Medasing, akan tetapi karena
kelembutan hati dan sifatnya yang pemaaf, ia dapat meluluhkan hati Medasing
yang di kenal kejam.
|
Samad ( Antagonis – Protagonis )
|
Salah satu dari anggota penyamun yang
kejam, yang akhirnya memiliki niat untuk membebaskan Sayu yang saat itu
menjadi tawanan.
|
Tokoh
( Flat Character )
|
Karakter
|
Haji Sahak ( Protagonis )
|
Seorang saudagar
kaya yang pekerja
keras, yang dibunuh dan
dirampas hartanya oleh
sekelompok penyamun yang dipimpin oleh
Medasing.
|
Nyi Hajjah Andun ( Protagonis )
|
Istri dari
Haji Sahak yang
memiliki sifat penyabar, tabah
dalam menghadapi cobaan dan
tidak pernah mau
merepotkan orang lain.
|
Tusin, Amat, sohan, sanip ( Antagonis
)
|
Anggota penyamun yang merupakan anak
buah Medasing
|
Sima ( Protagonis )
|
Anak
angkat Nyi Hajjah
Andun yang sangat berbakti
kepada orang tuanya.
|
2.
Alur
/ Plot
Novel “Anak Perawan di Sarang Penyamun” karya Sutan
Takdir Alisjahbana ini menggunakan alur maju karena ceritanya disusun
berdasarkan urutan waktu dan peristiwa yang terjadi. Berikut rangkaian alur
yang terdapat dalam novel :
•
Tahap
Pengenalan
Seorang saudagar kaya bernama Haji Sahak akan pergi
berdagang ke Palembang. Dari Pagar Alam menuju Palembang Haji Sahak membawa
berpuluh-puluh kerbau dan beberapa macam barang dagangan lainnya. Istrinya yang
bernama Nyai Hajjah Andun dan anak perawannya Sayu juga ikut pergi bersamanya.
Di tengah-tengah perjalanan, rombongan Haji Sahak dihadang oleh segerombolan
perampok yang dipimpin oleh Medasing. Perampok ini sangat kejam. Haji Sahak,
istrinya, serta rombongan penyerta Haji Sahak lainnya dibunuh oleh segerombol perampok
itu. Akan tetapi, Sayu, anak perawan Haji Sahak itu tidak mereka bunuh.
Kemudian Sayu ikut dibawa ke sarang penyamun pimpinan Medasing itu.
•
Tahap
Konflik
Suatu hari Samad, anak buah Medasing yang tugasnya
sebagai pengintai datang ke sarang penyamun. Maksud kedatangannya adalah untuk
meminta bagian dari hasil perampokan Medasing. Namun selama Samad berada di
sarang penyamun itu, ia langsung jatuh hati pada Sayu yang memang sangat
cantik. Secara diam-diam ia berniat membawa Sayu lari dari sarang penyamun itu.
Dan niatnya itu ia bisikan kepada Sayu secara diam-diam. Samad berjanji pada
Sayu bahwa dia akan mengembalikan Sayu kepada orang tuanya. Awalnya Sayu terbujuk
oleh rayuan dan janji-janji Samad itu. Dalam dirinya sudah memutuskan untuk
ikut lari bersama Samad. Akan tetapi sebelum niat untuk kabur terlaksana, Sayu
mulai menangkap gelagat tidak baik dari Samad. Dia mulai ragu dan tidak percaya
dengan janji-janji Samad itu. Dihari yang disepakati mereka untuk melarikan
diri tersebut, Sayu menolak ajakan Samad dengan tegas. Walaupun dengan berat
hati untuk sementara dia akan tetap tinggal di sarang penyamun itu.
•
Tahap
Klimaks
Setelah berhasil merampok keluarga saudagar Haji Sahak,
rupanya dalam perampokan-perampokan gerombolan Medasing selanjutnya sering
mengalami kegagalan. Kegagalan perampokan yang mereka lakukan sebenarnya karena
rencana mereka selalu dibocorkan oleh Samad. Samad selalu membocorkan rencana Medasing
kepada saudagar dan pedagang kaya yang akan mereka rampok. Itu sebabnya, setiap
kali mereka menyerang para pedagang atau saudagar yang lewat, mereka pasti
mendapat perlawanan yang luar biasa. Akibatnya anak buah Medasing banyak yang
meninggal ataupun terluka parah. Lama-kelamaan anak buah Medasing hanya tersisa
seorang saja, yaitu Sanip. Betapa hancur hati Medasing menerima kenyataan pahit
ini. Hatinya semakin pilu, ketika dalam perampokan yang terakhir kali, Sanip
orang yang paling disayanginya itu meninggal dunia.
•
Tahap
Anti Klimaks
Persediaan makanan dalam hutan sudah habis. Sayu sangat
khawatir akan keadaan itu. Itulah sebabnya dia mengajak Medasing agar bersedia
keluar dari persembunyiannya di hutan menuju kota Pagar Alam. Sesampainya di
Pagar Alam , keduanya langsung menuju ke rumah Sayu. Tetapi sampai di rumahnya,
Sayu sangat terkejut sebab rumah itu sekarang bukan milik keluarganya lagi
melainkan sudah menjadi milik orang lain. Menurut penuturan penghuni baru itu,
ibunya sekarang tinggal di pinggiran kampung bersama dengan anak angkatnya Sima
yang selama ini menemani dan merawatnya. Mendengar hal itu, Sayu dan Medasing
langsung pergi menuju ke tempat Nyai
Haji Andun berada. Betapa bahagianya Nyai Haji Andun bertemu dengan anak
perawan yang sangat dirindukannya itu. Dan rupaya itulah pertemuan terakhir
mereka karena Nyai Haji Andun meninggal dunia. Menyaksikan kenyataan itu hati
Sayu hancur, Medasing sendiri juga hancur hatinya. Kenyataan telah menyadarkan
dirinya betapa kejamnya dia selama ini.
•
Tahap
Penyelesaian
Lima belas tahun kemudian Medasing berangkat ke Taah
Suci. Kembalinya dari sana, orang-orang kampung ramai menyambut kedatangannya
dan Medasing mengubah namanya menjadi Haji Karim. Suatu malam, ketika Haji Karim
sedang duduk termenung sambil mengenang masa lalunya yang kelam, tiba-tiba
pintu rumahnya ada yang mengetuk. Ternyata yang mengetuk pintu itu adalah
Samad. Haji Karim masih mengenalinya sebab Samad adalah anak buahnya sendiri
yang selalu ia beri tugas sebagai pengintai para saudagar yang sedang lewat
sebelum di rampok. Haji Karim yang tidak lain adalah Medasing itu, mengajak
Samad agar bersedia hidup bersamanya. Waktu itu Samad memang tinggal di rumah
Haji Karim dan istrinya Sayu. Namun paginya secara diam-diam Samad meninggalkan
rumah Haji Karim. Dia pergi entah kemana, sementara Haji Karim dan keluarga
hidup bahagia.
3. Latar
•
Latar Tempat
- Di Hutan Palembang
- Dusun
Endikat
- Negeri Pagar Alam
- Di Lembah Sungai
Lematang
- Dusun Pagar Alam
•
Latar Waktu
- Menandakan Pagi
- Menandakan Senja
- Tengah Hari
- Semalam
- Esok Hari
•
Latar Suasana
- Suasana Gelap
- Suasana Mencekam
- Suasana Kesunyian
- Suasana Keharuan
- Suasana Kemalangan
4. Tema
Percintaan dan perubahan sikap
seseorang dari yang buruk menjadi baik.
5. Sudut Pandang Pengarang
Sudut pandang orang ketiga penulis serba tahu dan penulis
tidak mengambil peran dalam cerita tersebut (non participant)
6. Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan sangat menarik dan hidup, namun ada beberapa
majas yang digunakan oleh penulis seperti :
1.
Alegori (Pemakaian kata kiasan secara
beruntun)
Orang
berlima itu sesungguhnyalah raja belukar, tak suatu apa juapun dari
segala penduduk hutan yang luas ini berani menghalangi; sekaliannya lari,
takut melihat mereka seperti gelap-gulita rimba itu lenyap sejurus oleh cahaya
suluh.
segala penduduk hutan yang luas ini berani menghalangi; sekaliannya lari,
takut melihat mereka seperti gelap-gulita rimba itu lenyap sejurus oleh cahaya
suluh.
2. Asosiatif (Kiasan atau perlambangan yang
langsung menyebutkan kiasan tanpa
menggunakan kata juga)
menggunakan kata juga)
- Lembing yang tajam, yang tak tahu
iba-kasihan itu masuk ke rusuk, terus
mendalam dan sekonyong-konyong ia ditarik, diikuti oleh darah yang laksana
disemburkan.
mendalam dan sekonyong-konyong ia ditarik, diikuti oleh darah yang laksana
disemburkan.
- … terhenti sejurus tak dapat maju
melangkah, laksana orang yang kena pesona.
3. Hiperbolisme (Suatu perbandingan atau
perlambangan yang dilebih-lebihkan)
- suaranya
berteriak membelah telinga
- tampaklah
Haji Sahak mandi darah
4.Personifikasi (Mengungkapkan sesuatu
dengan membandingkannya dengan tingkah
dan
kebiasaan manusia)
kebiasaan manusia)
- Ketika kepala penyaun itu menegakkan
pelita yang terbalik hendak
5.Repetisi (Pengulangan kata yang sudah
disebut dengan maksud memberi
tekanan dan mengeraskan arti)
tekanan dan mengeraskan arti)
- Kepada ketiga penyamun yang lengkap
dengan senjatanya itu, dengan tiada
berkeris, tiada bersenjata
berkeris, tiada bersenjata
- Tiada bergerak,tiada
tergerakkan diri oleh cemas yang tiada terkata-kata.
6.Anti Klimaks (Pengurutan kata yang
maknanya makin meluas, meninggi atau
membesar)
membesar)
- Bertambah
lama bertambah dalam ia terbenam dalam lumpur kenangan - kenangannya,
yang mematikan segala harapannya, menyumbat
pikirannya, melemahkan badannya
dan menyesakkan dadanya.
Kesimpulan
Dalam mengapresiasi
novel “Anak Perempuan di
Sarang Penyamun” karya Sutan Takdir Alisyahbana dapat
dilakukan dengan menganalisisnya
melalui berbagai
pendekatan.
Salah satunya adalah melalui
pendekatan analitis yang dapat ditinjau dari unsur – unsur intrinsiknya. Novel ini menceritakan tentang perubahan sikap seseorang
dari jahat menjadi lebih baik yang mempunyai keterkaitan dengan kehidupan sehari-hari sehingga
diharapkan pembaca akan memperoleh
manfaat yang baik pula. Novel ini juga memberi suatu hal yang dapat menggugah
perasaan pembaca, bahwa sesama manusia harus saling tolong menolong walaupun
yang kita tolong adalah orang yang sudah jahat dengan kita.
Sumber :
Semi, Atar. 1988. Anatomi Sastra.
Padang: Angkasa Raya.
ellasagita.blogspot.com/2011/12/rangkuman-anak-perawan-di-sarang.html?m=1
kotakilmurihalidiyanugroho.blogspot.com